Presiden Prabowo Subianto, Bangun Ekonomi Diatas Kaki Sendiri
Jakarta, KoranTransparansi.com - Presiden Prabowo Subianto mengatakan kebijakan tarif 32 persen oleh Presiden Trump menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia, namun seluruh stakeholders terkait perlu bekerja sama untuk mengatasi dampak kebijakan tersebut.
Negara-negara ekonomi yang terkuat membuat kebijakan-kebijakan memberi peningkatan tarif yang begitu tinggi kepada banyak negara ini bisa dikatakan menimbulkan ketidakpastian dunia.
“Saya bertahun-tahun sudah ingatkan mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri,” tegas Presiden Prabowo Subianto ketika menghadiri Sarasehan Ekonomi di Jakarta, Selasa (8/04/2025).
Turut hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya yakni Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, sejumlah Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Perwakilan Kementerian/Lembaga, Perwakilan Ekonom, Perwakilan Serikat Pekerja, Perwakilan Pelaku Usaha, hingga Perwakilan Analis Pasar Modal.
Sementara itu Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa risiko ketidakpastian ekonomi global di tahun 2025 cenderung tinggi dan berasal dari instabilitas geopolitik, proteksionisme negara maju yang memengaruhi rantai pasok dan perdagangan global, serta pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi yang masih tinggi.
Kondisi tersebut juga kian diwarnai dengan kebijakan Tarif Resiprokal yang dikeluarkan Amerika Serikat.
Pasca penyampaian kebijakan tarif resiprokal tersebut, sejumlah dampak timbul mulai dari gejolak pasar keuangan ekonomi global yang ditandai fluktuasi bursa saham dunia dan pelemahan mata uang emerging markets, terganggunya perdagangan dunia yang ditandai dengan terganggunya rantai pasok global dan penurunan volume perdagangan dunia sehingga menekan harga komoditas global seperti Crued Oil dan Brent, serta perlambatan ekonomi kawasan dan dunia yang ditandai dengan penurunan konsumsi global dan penundaan investasi perusahaan.
Respons Kebijakan Sejumlah Negara dan Peluang Indonesia
Sebagai bentuk respons atas kebijakan tersebut, sejumlah negara telah memutuskan mengambil sejumlah strategi seperti Tiongkok yang menetapkan Tarif Balasan (Retaliasi) sebesar 34%, Vietnam yang meminta penundaan penerapan tarif dan melakukan negosiasi, Uni Eropa yang menyiapkan tindakan balasan dan membuka peluang diplomasi, Thailand yang akan melakukan negosiasi serta mempertimbangkan diversifikasi pasar, hingga India dan Malaysia yang juga akan menempuh jalur diplomatik.
Pemerintah Indonesia sendiri telah memutuskan untuk berbagai langkah strategis diantaranya melalui jalur negosiasi dengan mempertimbangkan AS sebagai mitra strategis. Salah satu jalur negosiasi tersebut yakni melalui revitalisasi Perjanjian Kerjasama Perdagangan dan Investasi (TIFA).
Pemerintah juga akan melakukan Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui Relaksasi TKDN sektor ICT dari AS (GE, Apple, Oracle, dan Microsoft), serta Evaluasi Lartas (Import License), hingga Percepatan Halal.
Di samping itu, Pemerintah juga akan melakukan balancing terhadap Neraca Perdagangan dengan AS melalui pembelian produk agriculture dari AS seperti Soya Bean, pembelian peralatan engineering, pembelian LPG, LNG, dan Migas oleh Pertamina.
Langkah selanjutnya, Pemerintah juga menyiapkan Insentif Fiskal atau Non-Fiskal, untuk mendorong impor dari AS dan menjaga daya saing ekspor ke AS. Sebelumnya, Pemerintah juga telah melakukan negosiasi melalui pertemuan antara KBRI dengan USTR dan melakukan sosialisasi dan menjaring masukan masyarakat dengan melibatkan asosiasi pelaku usaha.
Lebih lanjut, Menko Airlangga menjelaskan bahwa beberapa produk ekspor unggulan Indonesia seperti apparels dan footwear memiliki berpeluang besar melakukan penetrasi pasar, karena memiliki tarif lebih rendah dari beberapa negara peers seperti Vietnam (46%), Banglades (37%), dan Kamboja (49%).
Selain itu, Indonesia juga dinilai memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menyeimbangkan Neraca Perdagangan dengan AS melalui peningkatan impor barang dari AS.
Dengan surplus yang kecil dan ketergantungan yang rendah, Indonesia berada dalam posisi yang lebih aman dan strategis untuk memperkuat kerja sama dagang dengan AS.
Ke depan, berbagai kebijakan jangka menengah juga telah disiapkan Pemerintah mulai dari penciptaan lapangan kerja melalui penguatan industri padat karya, optimalisasi DHE SDA dan implementasi kegiatan usaha bulion, hingga membuka peluang pasar di 83% global trade melalui berbagai kerja sama internasional seperti IEU-CEPA, RCEP, IPEF, hingga CP-TPP. (*)
Posting Komentar untuk "Presiden Prabowo Subianto, Bangun Ekonomi Diatas Kaki Sendiri"